INDUSTRI NON KAYU

INDUSTRI NON KAYU
Sektor kehutanan telah lama memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi pertumbuhan ekonomi nasional negara yang sedang berkembang. Perum Perhutani sebagai salah satu badan usaha milik negara yang diberi wewenang sebagai pengelola tunggal hutan di Indonesia, khususnya pulau Jawa, secara konsisten telah berperan sebagai sumber pertumbuhan, lapangan kerja, dan penghasil devisa.
Pinus atau tusam (Pinus merkusii) merupakan salah satu hasil hutan andalan yang dikelola Perum Perhutani. Hutan pinus di Indonesia termasuk hutan yang potensial terutama di Jawa dan Sumatera. Peran dan manfaatnya semakin meningkat setelah ditetapkan sebagai salah satu jenis Hutan Tanaman Industri. Pengusahaan tanaman pinus di Jawa (oleh Perum Perhutani) merupakan andalan kedua setelah tanaman jati (Kasmudjo, 1997).
Salah satu kelebihan pinus ialah menghasilkan produk ganda, yaitu kayu dan getah pinus. Tanaman/pohon pinus menghasilkan kayu pinus yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Menurut Kartasurjana dan Martawijaya (1979 dalam Sukartana, 1997), jenis kayu ini cocok untuk bahan bangunan, kayu lapis, bahan pengepakan (pembungkus), batang korek api, pulp, papan gambar, dan pensil. Selain itu jenis kayu ini juga banyak dimanfaatkan sebagai bahan sumpit, papan laminasi, dan barang kerajinan. Sementara itu getah pinus yang dihasilkan, digunakan untuk bahan baku gondorukem dan terpentin. Perum Perhutani sebagai pengelola tunggal hutan di Jawa telah memanfaatkan produk getah pinus dalam usahanya, sebelum pinus tersebut ditebang dengan melakukan penyadapan terlebih dahulu (Kasmudjo, 1997). Getah pinus diolah menjadi gondorukem dan terpentin di Pabrik Gondorukem dan Terpentin (PGT).
Menurut Badan Standardisasi Nasional (2001 dalam SNI Gondorukem, 2001), gondorukem (Colophony) adalah padatan hasil penyulingan getah pinus (Pinus merkusii). Menurut Kermite (2004 dalam Jalidint, 2004), ada sekitar 2.000 bahan olahan yang membutuhkan campuran gondorukem, misalnya lem, kertas, bahan pembuat batik, kosmetik, dan masih banyak lagi kegunaan lain dari gondorukem.
Akhir-akhir ini kecenderungan permintaan gondorukem semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan bahan baku industri yang besar dan adanya pembangunan pabrik pengolah gondorukem. Menurut Kermite (2004 dalam Jalidint, 2004), belum dapat diperoleh data yang tepat mengenai kebutuhan dunia akan gondorukem, tetapi kebutuhan itu tidak akan berhenti.
Menurut Handadhari (2006), tingginya permintaan gondorukem tersebut, disebabkan oleh tingginya kualitas gondorukem Indonesia yang berasal dari pohon pinus jenis merkusii tersebut, yaitu keasamannya yang rendah dan kemampuannya menahan suhu tinggi, tingkat kelengketannya dan aromanya sangat disukai konsumen. Upaya optimalisasi yang dilakukan oleh Perum Perhutani agar dapat memenuhi permintaan konsumen adalah dengan menambah luas areal tanaman tegakan pinus serta perluasan bidang sadapan.
Produk gondorukem dan terpentin Jawa Tengah diminati oleh India dan Pakistan. Produk non kayu yang dihasilkan PT Perhutani Unit I Jateng ini merupakan bahan campuran yang biasanya digunakan oleh industri kertas, industri tekstil, dan industri kosmetik. Realisasi ekspor gondorukem Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah sampai dengan tahun 2004 tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Realisasi ekspor produk olahan non kayu sampai bulan Mei Tahun 2004 Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

Tahun
Jenis Barang
Jumlah Devisa (USD)
Jumlah Volume (ton)
1999-2004
1999-2004
Gondorukem
Terpentin
53.410.083
8.790.180
127.312
25.071
1999-2004
Kopal
91.125
165
Sumber: Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, 2004.
Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Industri Non Kayu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah bagian PGT Cimanggu dalam kegiatan usahanya seringkali menghadapi kendala antara lain kecenderungan permintaan produk yang meningkat, sedangkan penerimaan getah pinus naik turun. Selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir mulai dari tahun 1996 sampai dengan 2005 hasil produksi gondorukem di PGT Cimanggu berfluktuasi, hal tersebut disebabkan oleh naik turunnya jumlah pasokan getah pinus sebagai bahan baku gondorukem pada musim tertentu seperti ketika musim hujan datang. Pada musim hujan, tanaman pinus menghasilkan getah lebih sedikit dibandingkan dengan musim kemarau. Hal tersebut berpengaruh terhadap gondorukem yang dihasilkan. Di sisi lain, PGT Cimanggu harus memenuhi pesanan gondorukem dari para pembeli (buyer). Berdasarkan pada kondisi tersebut, peramalan produksi dan volume penjualan merupakan hal penting bagi PGT Cimanggu untuk memberikan gambaran tentang kemampuan PGT Cimanggu dalam memproduksi dan menjual di masa mendatang.
Setelah didapat gambaran tentang produksi dan volume penjualan di masa mendatang, maka dapat direncanakan produksi yang ekonomis, sehingga tidak terjadi volume produksi yang kurang atau terlalu besar (over production). Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji masalah yang berhubungan dengan peramalan produksi dan volume penjualan serta jumlah produksi ekonomis, sehingga dapat menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memproduksi dan menjual di masa mendatang.

Tidak ada komentar: