GONDOKUREM

GONDOKUREM
Gondorukem merupakan produk olahan dari getah pohon pinus (famili Pinaceae) yang saat ini merupakan komoditi andalan non migas yang bukan berasal dari kayu atau rotan (Susilowati, 2001). Jenis pohon pinus yang sering disadap adalah sebagai berikut.
Amerika : Pinus palustris dan Pinus caribaeae
Perancis : Pinus pinaster dan Pinus maritine
Spanyol : Pinus pinaster
Austria : Pinus laricio dan Pinus sylvestris
Portugis : Pinus pinaster dan Pinus pinea
Rusia : Pinus sylvestris
Indonesia : Pinus merkusii
Menurut Badan Standardisasi Nasional (2001), gondorukem (Colophony) adalah padatan hasil penyulingan getah pohon pinus (Pinus merkusii). Nama lain gondorukem, antara lain gum rosin, pine resin, resin, siongka, kucing, dan sebagainya. Daerah penghasilnya tersebar luas di daerah pegunungan di Indonesia terutama di Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Bali (Suryamiharja dan Buharman, 1986).
Gondorukem yang dihasilkan di Indonesia diklasifikasikan menjadi beberapa mutu yang ditentukan oleh Badan Standardisasi Nasional. Klasifikasi mutu dalam standar penggolongan gondorukem harus memenuhi syarat mutu dan syarat khusus yang telah ditetapkan. Mutu gondorukem yang dihasilkan dari pengolahan getah pinus dapat diklasifikasikan menurut warna, titik lunak, kadar kotoran, kadar abu, dan komponen menguap. Klasifikasi mutu gondorukem menurut Standar Nasional Indonesia tersebut selengkapnya tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Klasifikasi Mutu Gondorukem menurut SNI

No.
Klasifikasi mutu
Tanda mutu
Dokumen
Kemasan
1.
Utama (U)
X
X
2.
Pertama (P)
WW
WW
3.
Kedua (D)
WG
WG
4.
Ketiga (T)
N
N
Sumber : Standar Nasional Indonesia, 2001.
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui mutu gondorukem dapat diklasifikasikan menjadi 4 macam oleh Badan Standardisasi Nasional, yaitu mutu utama (X), mutu pertama (WW), mutu kedua (WG), dan mutu ketiga (N). Masing-masing mutu tersebut mempunyai persyaratan khusus seperti tersaji selengkapnya pada Tabel 5.

Tabel 5. Persyaratan Khusus Mutu Gondorukem menurut SNI
No
Jenis uji
Satuan
Persyaratan mutu
U
P
D
T
1.
Warna metode Lovibond Comparator

X
WW
WG
N
2.
Titik lunak
°C
≥ 78
≥ 78
≥ 76
≥ 74
3.
Kadar kotoran
%
≤ 0,02
≤ 0,05
≤ 0,07
≤ 0,10
4.
Kadar abu
%
≤ 0,01
≤ 0,04
≤ 0,05
≤ 0,08
5.
Komponen menguap
%
≤ 2
≤ 2
≤ 2,5
≤ 3
Sumber : Standar Nasional Indonesia, 2001.

Mutu gondorukem ditentukan dari hasil pengujian warna gondorukem. Warna gondorukem ialah warna yang ditetapkan dibandingkan dengan warna standar Lovibond yang terdiri atas 15 warna (XC, XB, XA, X, WW, WG, N, M, K, I, H, G, F, E, dan D) (Badan Standardisasi Nasional,2001).
Kelas yang paling gelap yaitu kelas D digunakan untuk pembuatan minyak rosin, juga digunakan dalam industri linoleum dan vernis gelap. Kelas G dan K digunakan sebagai bahan “sizing” dalam industri sabun, bergantung pada kualitas sabun yang akan dibuat. Untuk kualitas sabun yang baik bahkan digunakan kelas yang berwarna lebih pucat. Kelas yang berwarna lebih pucat dari K terutama W – C dan W – W digunakan untuk pembuatan vernis yang berwarna pucat. Penggunaan gondorukem lainnya, antara lain sebagai bahan pembuatan “sealing wax”, bahan peledak dan sebagai bahan pengganti resin lainnya, untuk pelapis alat-alat yang dipegang tangan, sebagai bahan penggosok senar alat musik gesek, sebagai bahan pencampur dalam proses penyolderan, dalam pembuatan cat, tinta cetak, semen kertas, bahan pelitur kayu, plastik, kembang api, bahan waterproof untuk karton, dan sebagainya (Suryamiharja dan Buharman, 1986).
Negara yang menjadi sasaran ekspor gondorukem antara lain India, Amerika Serikat, Perancis, Kamerun, dan Belanda (Hadi, 2006). Pasar produk gondorukem dunia sebagian besar diserap oleh Aksonabel dari Belanda, Eropa, AS, dan India yang antara lain untuk bahan baku pembuatan tinta, cat, industri ban mobil, lem, dan vernis. Indonesia baru mencukupi kebutuhan gondorukem dunia kurang dari 10 persen.
Permintaan pasar internasional terhadap gondorukem Indonesia naik karena sejak akhir 2005, Pemerintah China menahan penjualan produk gondorukem keluar dari negaranya. Langkah China ini dilakukan untuk memenuhi pasokan gondorukem untuk industri dalam negeri sendiri yang dari tahun ke tahun terus meningkat. Tingginya permintaan gondorukem ini juga dikarenakan keunggulan kualitas gondorukem Indonesia yang berasal dari pohon Pinus jenis Merkusi tersebut. Contohnya, keasamannya yang rendah dan kemampuannya menahan suhu tinggi, tingkat kelengketannya dan aromanya sangat disukai konsumen. Bidang usaha Perum Perhutani yang dimulai sejak tahun 1974 ini juga mampu menggairahkan perekonomian masyarakat dengan melibatkan mereka mulai dari pengadaan alat sadap (alat bacok dan batok kelapa), tenaga penyadap, angkutan, hingga kemasan/kaleng.
Pasar dunia saat ini cenderung mengalami peningkatan kebutuhan gondorukem, sehingga berapa pun produksi dunia langsung terserap oleh pasar. Permintaan yang tinggi tersebut mengakibatkan harga komoditas ini di pasar naik. Perum Perhutani menaikkan harga gondorukem mulai Januari 2006 ini dari 475 dollar AS per ton menjadi 750 dollar AS per ton. Kenaikan ini untuk mengantisipasi tingginya permintaan gondorukem di pasar dalam negeri maupun luar negeri belakangan ini. Kenaikan ini sebetulnya karena kebutuhan pasar saja. Perum Perhutani berusaha menangkap peluang pasar yang ada. Perum Perhutani memiliki cukup dana untuk menanam kayu penghasil gondorukem dengan harga yang naik, sehingga meningkatkan jumlah produksi (Handadari, 2006).
Tahun 2006, Perum Perhutani berupaya meningkatkan produksi getah pinus sampai 20 persen dan produk gondorukem menjadi sekitar 70.000 ton. Peningkatan produksi itu, antara lain dengan menggunakan stimulan getah, ekspansi kerja sama ke luar Jawa dan penyadapan hutan pinus rakyat. Selain itu, peningkatan produksi dilakukan dengan memperpanjang daur tebang pinus dan riset bibit bocor getah bersama Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta.
China kini merupakan produsen gondorukem terbesar di dunia dengan volume produksi mencapai 640.000 ton per tahun dan mengekspor sekitar 50 persen produksinya, sehingga mampu bertindak sebagai penentu harga gondorukem di pasar internasional. Perum Perhutani sebagai follower (pengikut) tidak dapat berbuat banyak karena harga jual ditentukan oleh China selaku penguasa pasar. Kendati demikian, Perum Perhutani terus mengamati celah-celah pasar yang ada agar harga jual produk dapat tetap terjaga bahkan meningkat. Direksi Perum Perhutani dalam berbagai pertemuan selalu menekankan harga gondorukem produksi BUMN di lingkungan kehutanan ini ditetapkan berdasarkan kekuatan pasok dan kebutuhan, biaya produksi, internal PHTI, dan misi perusahaan sebagai perusahaan sosial (Handadari, 2006).

B. Produksi dan Perencanaan Produksi
Produksi adalah penciptaan atau penambahan faedah, bentuk, waktu dan tempat atas faktor-faktor produksi sehingga lebih bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan manusia (Reksohadiprojo dan Gitosudarmo, 1999). Produksi merupakan salah satu kegiatan perusahaan yang sangat penting, oleh karena itu kegiatan produksi harus direncanakan dan diperhitungkan secara cermat, sehingga produksi dapat diramalkan secara tepat.
Proses produksi ialah suatu proses untuk mengubah bahan baku menjadi barang lain yang mempunyai nilai tambah. Kegiatan atau proses produksi dan operasi mencakup seluruh proses yang mengubah masukan (inputs) dan menggunakan sumber-sumber daya untuk menghasilkan keluaran (output) yang berupa barang atau jasa (Assauri, 1999). Sementara itu perencanaan produksi adalah aktivitas bagaimana mengelola proses produksi tersebut. Perencanaan produksi merupakan perencanaan tentang produk apa dan berapa jumlahnya masing-masing yang akan segera diproduksikan pada periode yang akan datang (Ahyari, 2002). Kegunaan perencanaan produksi selain untuk memenuhi tujuan utama perusahaan juga dapat menghindari kerugian pada perusahaan akibat kekurangan maupun kelebihan produk.
Jenis proses produksi ada berbagai macam bila ditinjau dari berbagai segi. Proses produksi dilihat dari wujudnya terbagi menjadi proses kimiawi, proses perubahan bentuk, proses assembling, proses transportasi dan proses penciptaan jasa-jasa adminstrasi (Ahyari, 2002). Proses produksi dilihat dari arus atau flow bahan mentah sampai menjadi produk akhir, terbagi menjadi dua yaitu proses produksi terus-menerus (Continous processes) dan proses produksi terputus-putus (Intermettent processes).
Perusahaan menggunakan proses produksi terus-menerus apabila di dalam perusahaan terdapat urutan yang pasti sejak dari bahan mentah sampai proses produksi akhir. Proses produksi terputus-putus apabila tidak terdapat urutan atau pola yang pasti dari bahan baku sampai dengan menjadi produk akhir atau urutan selalu berubah (Ahyari, 2002).
Penentuan tipe produksi didasarkan pada faktor-faktor seperti: (1) volume atau jumlah produk yang akan dihasilkan, (2) kualitas produk yang diisyaratkan, (3) peralatan yang tersedia untuk melaksanakan proses. Berdasarkan pertimbangan cermat mengenai faktor-faktor tersebut ditetapkan tipe proses produksi yang paling cocok untuk setiap situasi produksi. Macam tipe proses produksi dari berbagai industri dapat dibedakan sebagai berikut (Yamit, 2002):
a.Proses produksi terus-menerus (Continous processes)
Proses produksi terus-menerus adalah proses produksi barang atas dasar aliran produk dari satu operasi ke operasi berikutnya tanpa penumpukan disuatu titik dalam proses. Pada umumnya industri yang cocok dengan tipe ini adalah yang memiliki karakteristik yaitu output direncanakan dalam jumlah besar, variasi atau jenis produk yang dihasilkan rendah dan produk bersifat standar.
b.Proses produksi terputus-putus (Intermettent processes)
Produk diproses dalam kumpulan produk bukan atas dasar aliran terus-menerus dalam proses produk ini. Perusahaan yang menggunakan tipe ini biasanya terdapat sekumpulan atau lebih komponen yang akan diproses atau menunggu untuk diproses, sehingga lebih banyak memerlukan persediaan barang dalam proses.
c.Proses produksi campuran
Proses produksi ini merupakan penggabungan dari proses produksi terus-menerus dan terputus-putus. Penggabungan ini digunakan berdasarkan kenyataan bahwa setiap perusahaan berusaha untuk memanfaatkan kapasitas secara penuh.

C. Peramalan Produksi dan Volume Penjualan
Perencanaan di bidang produksi dan penjualan dimaksudkan untuk memprediksikan kemampuan perusahaan menghasilkan produk dan volume penjualan di masa yang akan datang, sehingga perusahaan tidak banyak mengalami kerugian. Data peramalan akan dapat menggambarkan kemampuan memproduksi dan menjual di waktu yang akan datang (Asri, 1980).
Peramalan (forecast) adalah penggunaan data atau informasi untuk menentukan kejadian pada masa depan, dalam bentuk perhitungan atau prakiraan dari data yang lalu (Assauri, 1999). Data produksi dan volume penjualan yang ada pada perusahaan dapat digunakan untuk meramalkan produksi dan volume penjualan.
Peramalan produksi merupakan kegiatan yang penting karena kegiatan ini dapat memperkirakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan produk. Peramalan produksi pada dasarnya mempunyai tujuan:
1.Sebagai dasar pembuatan anggaran, membuat anggaran operasional produksi bahan mentah, pembelian, dan sebagainya sehingga mempunyai pedoman kerja.
2.Meminimumkan persediaan barang jadi, menguasahakan agar barang jadi serendah mungkin tapi tidak mengganggu pemenuhan pesanan.
3.Memanfaatkan fasilitas perusahaan sebaik-baiknya untuk memproduksi dalam jumlah yang menguntungkan.
4.Meminimumkan investasi modal pada peralatan, mengusahakan agar investasi pada peralatan seminimal mungkin tetapi dapat digunakan untuk mengajukan pesanan.
Peramalan produksi yang dilakukan oleh perusahaan selalu berkaitan erat dengan peramalan volume penjualan. Peramalan volume penjualan merupakan peramalan secara kuantitatif dari perkembangan pasaran suatu produk yang dihasilkan oleh perusahaan dalam jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang. Peramalan volume penjualan bertujuan antara lain untuk menentukan banyaknya produk yang dihasilkan, sebagai pedoman dalam pengembangan produk, perencanaan promosi, dan pengalokasian tenaga kerja. Hasil peramalan volume penjualan yang terperinci dapat menampilkan kemampuan perusahaan pada masa mendatang dalam menerobos pasar serta dapat mempengaruhi kebijakan yang akan diambil oleh perusahaan tersebut.

D. Metode Peramalan
Peramalan dapat dikelompokkan dalam peramalan jangka panjang atau jangka pendek. Prediksi jangka panjang diperlukan untuk mencapai tujuan umum perusahaan jangka panjang. Peramalan jangka pendek digunakan untuk merancang strategi-strategi yang mendesak (jangka pendek) dan memenuhi kebutuhan jangka waktu dekat.
Peramalan juga dapat dikelompokkan menjadi peramalan yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Teknik peramalan kualitatif lebih mengandalkan judgment (pendapat) dan intuisi manusia daripada penggunaan data historis yang dimiliki. Teknik kualitatif ini antara lain: metode Delphi, kurva pertumbuhan, pembuatan skenario, riset pasar, dan kelompok-kelompok fokus. Pada sisi lain, teknik peramalan kuantitatif digunakan jika data historis tersedia cukup memadai dan jika data tersebut dianggap cukup representatif untuk meramalkan masa datang. Teknik kuantitatif ini biasanya dikelompokkan menjadi dua yaitu statistik dan deterministik. Teknik statistik antara lain metode rata-rata bergerak (moving averages), metode pemulusan eksponensial (exponential smoothing), metode dekomposisi runtut waktu (time series), trend, dan metodologi Box-Jenkins. Sedangkan, teknik deterministik antara lain model regresi sederhana dan regresi berganda, indikator-indikator utama, model ekonometrik, survey antisipasi, dan model input-output (Arsyad, 2001).
Ramalan didasarkan pada data masa lalu dan mengikuti fluktuasi yang telah terjadi. Metode untuk melicinkan (smoothing) dan mengurangi fluktuasi ramalan tersebut, salah satunya ialah metode Exponential Smoothing. Keuntungan utama dari metode ini ialah biayanya yang rendah, serta penerapan dan kecepatannya untuk diterima (Makridakis, 1999). Metode pemulusan eksponensial dapat dikelompokkan menjadi:
1.Pemulusan Eksponensial Tunggal (Single Exponential Smoothing).
2.Pemulusan Eksponensial Ganda (Double Exponential Smoothing).
3.Pemulusan Eksponensial Tripel (Triple Exponential Smoothing).
Metode Triple Exponential Smoothing merupakan metode peramalan (forecast) yang dikemukakan oleh Brown dengan menggunakan persamaan kuadrat. Metode ini lebih sesuai jika digunakan untuk membuat peramalan dari suatu data yang berfluktuasi atau mengalami gelombang pasang surut (Subagyo, 2002). Pada metode ini ditambahkan satu faktor yang disebut Smoothing constant dengan simbol α yang berfungsi sebagai penyesuai terhadap fluktuasi data time series. Faktor tersebut dihubungkan dengan data produksi dan penjualan terakhir. Metode Triple Exponential Smoothing ini lebih sesuai digunakan untuk menghitung peramalan dari suatu data yang berfluktuasi dibandingkan dengan metode peramalan deret waktu yang lain, seperti metode kuadrat terkecil (least square method) dan metode rata-rata bergerak (moving average ratio method), sebab metode ini mengurangi fluktuasi yang berlebihan pada data time series seperti yang sering terjadi pada produk pertanian.


Langkah untuk menentukan peramalan dengan metode Triple Exponential Smoothing sebagai berikut:
1.Menentukan nilai peramalan tunggal (S’t) dengan rumus sebagai berikut:
S’t = α X1 + ( 1 - α ) S’t-1 (1)
Keterangan:
α = Konstanta Smoothing
S’t = Smoothing tunggal
Xt = Data periode pertama

Untuk tahun pertama, nilai (S’t) belum dapat ditentukan dengan rumus tersebut. Maka nilai S’t dapat ditentukan dengan bebas, biasanya ditentukan sama seperti nilai yang telah terjadi pada tahun pertama.
2.Menentukan nilai peramalan ganda (S’’t) dengan menggunakan rumus:
S’’t = α S’t + ( 1 - α ) S’’t-1 (2)
Keterangan:
α = Konstanta Smoothing
S’’t = Smoothing ganda (double)
Xt = Data periode pertama

Pada tahun pertama biasanya nilai S’’t ditentukan seperti nilai yang terjadi tahun pertama.
3.Menentukan nilai peramalan tripel (S’’’t) dengan rumus sebagai berikut:
S’’’t = α S’’t + ( 1 - α ) S’’’t-1 (3)
Keterangan:
α = Konstanta Smoothing
S’’’t = Smoothing triple
Xt = Data periode pertama

Untuk tahun pertama biasanya nilai S’’’t dianggap sama dengan data tahun pertama.
Persamaan (1), (2), dan (3) digunakan untuk menentukan at, bt, dan ct sehingga terbentuk fungsi peramalan dengan persamaan:
Ft+m= at + bt m + ½ ct m2
Keterangan:
m = Jumlah periode ke depan yang diramalkan
Ft+m = Ramalan produksi yang akan datang
at = Nilai rata-rata yang disesuaikan untuk periode t
bt = Nilai taksiran kecenderungan dari periode waktu yang satu ke periode
waktu berikutnya
ct = Nilai taksiran kecenderungan dari periode waktu yang satu ke periode
waktu berikutnya untuk Smoothing Triple
Fungsi peramalan yang didapat tersebut digunakan untuk meramalkan produksi dan volume penjualan pada masa yang akan datang.

E. Jumlah Produksi yang Ekonomis
Jumlah produksi yang ekonomis atau Economic Production Quantity (EPQ) adalah sejumlah produksi tertentu yang dihasilkan dengan meminimumkan total biaya persediaan (Yamit, 2002). Metode EPQ dapat dicapai apabila besarnya biaya persiapan (set up cost) dan biaya penyimpanan (carrying cost) yang dikeluarkan jumlahnya minimun. Artinya, jumlah produksi yang ekonomis akan memberikan biaya persediaan total atau total inventory cost (TIC) minimum.
Metode EPQ mempertimbangkan tingkat persediaan barang jadi dan permintaan produk jadi. Metode ini juga mempertimbangkan jumlah persiapan produksi yang berpengaruh terhadap biaya persiapan.


Metode EPQ menggunakan asumsi sebagai berikut:
1.Barang yang diproduksi mempunyai tingkat produksi yang lebih besar dari tingkat permintaan.
2.Selama produksi dilakukan, tingkat pemenuhan persediaan adalah sama dengan tingkat produksi dikurangi tingkat permintaan.
3.Selama berproduksi, besarnya tingkat persediaan kurang dari Q (EPQ) karena penggunaan selama pemenuhan.
Persediaan produk dalam suatu perusahaan berkaitan dengan volume produksi dan besarnya permintaan pasar. Perusahaan harus mempunyai kebijakan untuk menentukan volume produksi dengan disesuaikan besarnya permintaan pasar agar jumlah persediaan pada tingkat biaya minimal. Menurut Yamit (2002), permasalahan itu dapat diselesaikan dengan menggunakan metode Economic Production Quantity (EPQ). Metode EPQ dimaksudkan untuk menentukan besarnya jumlah produksi yang ekonomis, dalam artian cukup untuk memenuhi kebutuhan dengan biaya yang serendah-rendahnya.
Menurut Riyanto (2001), penentuan jumlah produk optimal hanya memperhatikan biaya variabel saja. Biaya variabel dalam persediaan pada prinsipnya dapat digolongkan sebagai berikut:
a.Biaya yang berubah-ubah sesuai dengan frekuensi jumlah persiapan proses produksi yang disebut biaya persiapan produksi (set-up cost).
b.Biaya yang berubah-ubah sesuai dengan besarnya persediaan rata-rata yang disebut biaya penyimpanan (holding cost).
Menurut Handoko (2002), biaya persiapan produksi merupakan biaya yang harus dikeluarkan sebelum produksi berlangsung. Biaya ini timbul karena perusahaan memproduksi sendiri bahan baku yang akan digunakan. Biaya ini terdiri atas : (1) biaya mesin-mesin menganggur, (2) biaya persiapan tenaga kerja langsung, (3) biaya scheduling, (4) biaya ekspedisi dan sebagainya.
Biaya penyimpanan terdiri atas biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan di antaranya :
a.Biaya fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pemanas atau pendingin)
b.Biaya modal (opportunity cost of capital)
c.Biaya keusangan
d.Biaya perhitungan fisik dan konsiliasi laporan
e.Biaya asuransi persediaan
f.Biaya pajak persediaan
g.Biaya pencurian, pengrusakan atau perampokan
h.Biaya penanganan persediaan, dan sebagainya
Kedua jenis biaya tersebut mempunyai hubungan dengan tingkat persediaan. Biaya persiapan produksi berbanding terbalik dengan tingkat persediaan. Biaya penyimpanan berbanding lurus dengan tingkat persediaan. Semakin banyak biaya yang dikeluarkan untuk persiapan produksi, tingkat persediaan semakin kecil dan sebaliknya. Bila biaya penyimpanan semakin besar, tingkat persediaan semakin besar atau sebaliknya.

Tidak ada komentar: